Total Tayangan Halaman

Selasa, 04 Oktober 2011

KEPUTUSAN YANG BODOH


Malam itu udara terasa begitu dingin. Tak terasa fajar mulai menyingsing. Seperti malam-malam sebelumnya, gerombolan perampok itu menjalankan aksinya. Mereka adalah kelompok orang-orang terbuang. Perampokan malam ini tidak seperti malam-malam yang lalu. Ada sesuatu yang berbeda yang dirasakan oleh pemimpin gerombolan itu. Bayang-bayang masa lalu mulai terlintas di benaknya. Kekecewaan yang mendalam, sakit hati yang teramat besar, semua itu tiba-tiba terlintas di kepalanya. Sepanjang malam ia terus melamun. Bahkan hasil rampokan yang lebih besar dari biasanya pun tidak sanggup membuatnya tersenyum.
            Esok harinya ia pergi menyenderi di suatu tempat yang sepi. Ia merenungkan kehidupan masa lalunya. Masa-masa yang begitu pahit. Memiliki ibu seorang sundal, di cemooh teman-temannya, diusir saudara-saudara tiri, tidak mendapat bagian dari warisan ayahnya, dan akhirnya diusir oleh pemimpin-pemimpin Gilead. Matanya berkaca-kaca menahan tangis. Rasanya ia ingin berteriak meluapkan semua rasa sakit yang ia tahan. Ia merasa bagaikan sampah yang busuk dan tidak berguna.
            Tak terasa hari sudah pagi, dari kejauhan terlihat beberapa orang sedang berjalan ke arahnya. Ia memperhatikan dengan seksama dan setelah mereka cukup dekat baru ia dapat mengenalinya. Mereka adalah beberapa pemimpin Gilead. Dalam hati ia bertanya ada apa mereka datang ke sini. Apakah mereka hendak mencemooh, membuat masalah, atau apa yang akan dilakukan mereka. Dengan lantang ia menggertak para pemimpin rakyat Gilead, “apa yang membuat kalian berani datang ke sini? Sudah lupakah kalian akan perbuatan kalian yang pernah mengucilkan bahkan mengusirku?” kata Yefta. Akan tetapi salah seorang dari pemimpin Gilead menjelaskan bahwa maksud kedatangan mereka adalah ingin meminta bantuan kepada Yefta. Rasa sakit yang pernah ia rasakan membuat Yefta sangat geram dengan kedatangan orang-orang Gilead ini. Sakit hati yang sudah sangat mendalam dan pastinya akan sulit untuk diobati.
            Para pemimpin Gilead menjelaskan maksud mereka sekali lagi kepada Yefta. Kali ini mereka juga menjanjikan kepada Yefta kalau ia mau menolong melawan bangsa Amon, maka Yefta lah yang akan memimpin mereka. Dengan tawaran yang sangat menggiurkan itu akhirnya tanpa berpikir panjang Yefta menerima tawaran itu. Kemudian ia meninggalkan gerombolan perampok yang selama ini ia pimpin dan pergi ke Gilead, tempat di mana ia berasal.
            Yefta kemudian memimpin pasukan Israel untuk berperang melawan bangsa Amon. Dengan semangat yang sangat membara terucaplah sebuah nazar yang akhirnya membuatnya sangat terpukul. Karena semangat yang membara ia mengucapkan sesuatu nazar tanpa berpikir panjang. Apa saja yang keluar dari rumahnya akan dipersembahkannya sebagai korban bakaran.
Pertempuran yang hebat pun terjadi. Yefta dan pasukannya memukul kalah bangsa Amon. Kemudian mereka kembali pulang setelah mengalahkan Amon. Di sini lah, ketika ia sudah berhasil mengalahkan Amon, peristiwa yang membuat hatinya sangat gusar pun terjadi. Anak gadisnya yang merupakan anak satu-satunya keluar rumah menyambut Ayahnya yang pulang membawa kemenangan. Hatinya sangat sedih. Suasana yang harusnya penuh kebahagiaan berubah menjadi tangis yang mendalam. Kemenangan yang begitu besar pun tak sanggup menggantikan kesedihan hati Yefta. Ia menangis sedemikian hebatnya. Ia berpikir kenapa ia harus mengeluarkan nazar itu, kenapa harus anak gadisnya yang pertama keluar menyambut dia. Duka yang besar menyelimuti hatinya. Tubuhnya menjadi sangat lemas tidak berdaya.
Ketika Tuhan memanggil seseorang untuk melayani-Nya, respon dan semangat untuk memenuhi panggilan sangatlah penting. Akan tetapi, semangat yang berkobar-kobar tanpa ada pertobatan dan pemulihan dari luka batin kadang justru membuat seseorang itu jatuh. Seorang pemimpin harus bijak dalam mengambil keputusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar